20 May 2007

Ke Malang Part II

“Kematian, haruskan ditangisi...?”

Meneruskan cerita ke Malang.......!
Siang sampai di Malang, kemudian sorenya jalan-jalan ke Malang Town Square (MATOS), karena dekat dengan rumah teman, kesananya jalan kaki, tinggal + 200 meter dari sana, ada telpon yang masuk, “ah.... dari ibuku di kampung rupanya” saya berpikir begitu karena nomor yang tertera nomor ibu, tenyata dugaan saya salah yang nelpon bukan ibu melainkan teman saya yang memang selalu ada disana, kabar yang dibawa cukup mengejutkan, “Mak Mar (nama panggilan untuk bibiku) wes dikersakna !” penggalan kata tadi memberi informasi yang jelas -dengan tingkat kehalusan bahasa yang tinggi- bahwa bibi saya yang memang sudah sakit parah agak lama, meninggal dunia, saya agak terhenyak ketika itu, apalagi setatemen selanjutnya “Sampeyan kon bali, langsung saiki.....!” perkataan yang singkat dan jelas, bernada perintah untuk pulang.

Saya berpikir cukup lama, sebelum kemudian memutuskan untuk tidak pulang..... karena beberapa alasan. Pertama Ketika itu saya tidak punya uang kecuali Rp. 10.000,-, padahal untuk sampai di rumah memutuhkan dana sekitar Rp. 100.000,-, disuruh pinjam keteman, juga tidak ada yang punya. Kedua, Sepulang dari Malang, Proyek Akhir sudah menanti, karena baru selesai sekitar 10%, sementara batas terakhir tgl 10 Juni, waktu yang sempit, karena kalau pulang paling tidak harus sampai seminggu di rumah.

Ketiga, Apa kira-kira manfaat kepulangan saya...???? tanda tanya yang besar, kematiankan bukan seperti pernikahan yang memang sepantasnya di datangi mengingat ada orang yang kita tuju untuk diberi ucapan “Selamat”, “lha kalo kamatian....., alasannya kan bukan seperti itu......?”, trus...? ya... salah satu alasan kita harus hadir ketika ada orang yang mati adalah untuk menunjukkan kepada orang lain tentunya terutama keluarga yang ditinggalkan bahwa yang meninggal adalah orang yang memiliki banyak teman, sehingga keluarga akan merasa terhibur “anak saya ternyata banyak temannya dan mereka merasa kehilangan”, alasan yang lain kalau kita dekat dengan keluarga yang meninggal atau bagian dari keluarga itu, maka kita hadir untuk ikut menghibur orang-orang yang ditinggakan, yang terakhir mungkin lebih kepada alasan emosional, karena kita ditinggal orang yang sangat dekat dengan kita, sehingga secara emosional kita merasa harus datang.

Kalau diliat dari sini maka kehadiran saya tidak terlalu memiliki arti penting..... kenapa...?. Pertama, Bibi Saya termasuk orang yang terpandang sehingga pasti akan banyak yang datang yang menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang istimewa bukan hanya dari orang-orang dekat bahkan mungkin orang yang tidak pernah di kenalnya. Untuk alasan yang kedua, beliau memang bibi saya tetapi kehadiran saya tidak akan berpengaruh banyak bagi keluarga, mengingat keluarga saya adalah keluarga yang besar, dan pasti semua berkumpul, tidak ada yang bisa saya lakukan. Secara emosional saya juga kurang dekat dengan Bibi saya yang satu ini. “Lho kamukan bisa kesana, untuk ikut menyolati kemudian mengiringnya ke kubur....!”, ya memang mungkin masih sempat, kalo acara pemakamannya agak siang, tetapi sholat untuk orang yang meninggal kan bisa dimanapun kita berada, dengan sholat ghoib....! yang kedua sama seperti diatas jadi tidak perlu penjelasan lagi.

Akhirnya saya benar-benar tidak pulang, hanya sepulang jalan-jalan malam itu, langsung saya gelar sajadah untuk sholat ghoib sebagai penghormatan terakhir saya bagi beliau, hanya itu yang bisa saya lakukan sementara ini.

Pertanyaan di atas belum sepenuhnya terjawab “Kematian, haruskan ditangisi....?”, ketika menulis kalimat ini saya teringat kata-kata Kho Ping Ho dalam salah satu karyanya, tapi saya lupa yang judulnya apa: “Orang yang menangisi orang yang meninggal, sebenarnya ia menangisi dirinya sendiri, karena sudah tidak bisa lagi bertemu dengan orang yang dia sayangi, dan itu menunjukka kelemahan hati, karena kita tidak tahu keadaan orang yang sudah meninggal, bisa jadi dia lebih bahagia disana, jadi untuk apa di tangisi...!”, -kurang lebih seperti ini yang saya ingat-, ya.....! menangisi diri sendiri karena berkurangnya orang yang dekat dengan kita, orang yang melindungi kita, seperti sedihnya Harry Potter ketika di tinggal Sirius, ketika ditinggal Dumbledor (oh ya... buku Harry Potter, ke-6 baru saya baca ketika di Malang, nyewa, dan harus selesai 2 hari disela-sela acara liburan), karena tidak ada lagi orang yang akan melindunginya dari serangan Voldermot, mirip seperti itu kesedihan kita ketika ditinggal orang yang dekat dengan kita, jadi kita sebenarnya menangis bukan karena dia yang meninggal, tapi kita menangisi diri kita sendiri.....!.

Ketika ke MATOS, sempat jalan-jalan ke Gramedia dan liat buku menarik berkaitan dengan hal di atas, yang belum bisa saya beli ketika itu, judulnya “Psikologi Kematian”, buku ini menjadi lebih menarik karena yang menulis Komaruddin Hidayat, salah satu penulis favorit saya.

Setelah itu nggak ada yang penting lagi, acara liburan ya.. seperti bisalah...! jalan-jalan dll, ada satu yang mungkin bisa menggambarkan betapa bermanfaatnya punya teman atau saudara di tempat yang jauh. Ada satu sepupu saya -dan dia cukup dekat dengan saya-yang kerja di Malang jadi pembantu (tapi saya bersyukur karena dia diperlakukan dengan baik, bebas kesana kemari, ngobrol bareng dengan bosnya (dia memang bilang bos) dengan kursi yang sejajar (apa karena saya terpengaruh sama koran dan sinetron ya.. yang sering memberi gambaran kejam he.he..), bosnya lebih menarik lagi, karena dia adalah mahasiswa dari jauh, orang tuanya pejabat pemerintah, dia kemudian diserahi rumah dan pembantu ketika mau kuliah di Malang (mau memandang hal ini positif atau negatif....? terserah lah..!), ke inti masalah, saya mengunjunginya dan terakhir ketika mau pamit, (kan saya bonek seperti cerita di awal), ya saya todong dia untuk memberi sedikit uang, wah baik banget... dia dengan senang hati memberikan beberapa lembar duit lima ribuan ma sepuluh ribuan, jumlahnya jadi Rp. 25.000,- walah-walah... ternyata memang banyak gunanya punya saudara di tempat yang jauh....

Udah ah... jadi panjang...!

4 comments:

Anonymous said...

emang panjang, capek bacanya :D

mel@ said...

hhhfff... istirahat dulu...

hosh... hosh... capek euy... :d

Anonymous said...

wah mas kmu gag punya tatakrama di internet yah. Saya gag kenal kamu tapi langsung nolot komennya di blog orang. Bukan saya aja yang ngomong. Belajar manner dikit mas.

Seseorang Yang Bodoh said...

walaj aku ra ngritik cung sakno, nang malang mlarat ra iso nang endi2 c4peeeeeeeeee deee