11 June 2007

Kita Bukan Monyet Kan ?

Cerita ketika kuliah semester 6 dulu, materinya lupa, tapi ini saya tulis disini bias nggak lupa –padahal detailnya sudah lupa. Dialognya kurang lebih seperti ini

Dosen : “Kita tidak boleh memahami agama lewat akal, karena akal kita sangat terbatas, sehingga bisa-bisa kita terjerumus kejalan yang tidak benar”
Saya : “Pak memang batasan akal itu dimana……?”
Dosen : “Lho kamu …………………(dia menyebut nama saya), -dengan nada yang sedikti tinggi- yang membatasi akal itu ya agama, akal itu dari kata ‘aqola yang artinya tali, batasan, jadi akal dibatasi oleh agama, kalau orang yang tidak bisa membatasi akalnya dia tidak bisa dikatakan beragama, laddina liman la’aqla lahu, tidak ada agama bagi orang yang tidak bisa membatasi dirinya…………………………” (keterangan yang laen dah lupa, pokoknya panjang sampai sekitar setengah jam, isinya akhir-akhir nasehat, kalau baca buku, baca buku yang bener, jangan ikut-ikutan pemikiran orang-orang barat, jangan ikut-ikutan JIL, -koq malah jadi dikait-kaitkan kesana yah…!- dll pokoknya panjang lebar)

Saya : “Lho pak, kalau agama yang membatasi akal, apa gunanya Tuhan menciptakan akal sebagai keitimawaan manusia dibanding makhluq yang lain, akal kan gunanya memang untuk berfikir apa saja termasuk agama”

Ini pertanyaan yang sebenarnya akan saya utarakan, tapi karena sudah sore dan mata teman-teman pada sudah melotot, akhirnya terpendam di hati.

Saya baru dengar lho laddina liman la ‘aqla lahu diartikan tidak ada agama bagi orang yang tidak bisa membatasi dirinya, biasanya kan “tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal”, saya jadi berfikir, apa memang mungkin mengartikan al-Qur’an maupun hadist sesuai tujuan kita, ya seperti di atas, kalau memiliki keyakinan bahwa akal terbatasi pakai yang pertama, kalau yakin akal sangat penting bahkan dalam memahami agama yang jelas perpusat pada al-Qur’an, pakai arti yang kedua. Wah runyam juga.

Sebenarnya persoalannya dimana sih…..!

Tafakkaru ‘anil kholqi wala tafakkaru ‘anil kholiki
Berfikirlah kamu akan ciptaan-Nya tetapi jangan berfikir terhadap penciptan (Tuhan).

Padahal kalau dipikir-pikir statemen ini ujung-ujungnya juga berfikit tentang Tuhan lho…!, cobalah berfikir tentang alam, langit, tumbuhan, materi, energi ujung-ujungnya juga siapa yang menciptakan ya…? kenapa ? bagaimana ?, lho kan ujungnya tetap berfikir tentang Tuhan.

“Makannya ayat itu jangan di pikirkan di baca terus diikuti, gitu aja koq repot sih…!”

Ya…ya… jadi saya nggak boleh berfikir apa-apa…? Kalau gitu apa bedanya dengan monyet ?

2 comments:

Anonymous said...

ak koq jadi ikutan pusing ya..

mungkin habis ini dikasih tambahan aturan...


>>jangan ditulis di blog..!


salam kenal, hehehe..

aLe said...

ehm.. ehm..
aLe salut dgn jalan fikiran anda, aLe jg pernah melakukan dan merasakan itu. selama ini hal yg bisa aLe ambil adalah, ketika berbicara tentang Tuhan hasilnya selalu NoL, sedebat dan sediskusi apapun kita dgn teman kita tentang Tuhan hasilnya tetap NoL.
tetapi walopun bgitu selalu tetap ada hikmah dr sebuah kejadian.
'Tidak ada yg tidak berguna di dunia ini, bahkan sesuatu yg kita anggap sangat tidak berguna saat ini pasti berguna esok hari'
[aLe 03072007 : 23.59]