09 May 2007

MEMBERI MAAF, SULITKAH……?

Pulang kuliah, ketika lewat depan TV –yang memang disediakan di asrama–, Pak Satpan sedang nonton infotainment, Ahmad Dani dan Maia muncul, ketertarikanku untuk ikut nonton memang karena dari dua orang ini, tidak lebih dari 10 menit nonton, ada hal menarik dari kata-kata Dani yang aku tangkap. Dia mengatakan : “Aku belum memaafkan Maia karena dia belum minta maaf padaku” (kurang lebih begitulah).

Apa yang menarik…? (sabar ya..)

Ada dua hal penting di sini pertama, memberi maaf, kedua, meminta maaf.

Memberi maaf kadang menjadi suatu hal yang sangat sulit, ketika kesalahan yang di buat sampai tingkat tinggi, tingkat yang menghancurkan kesabaran kita, bayangkan kita harus memaafkan orang yang telah menjatuhkan harga diri kita di depan orang banyak misalnya –sanggup…?-. Kadang kita tidak bisa ya kan…? Padahal memaafkan adalah tindakan mulia, tindakan yang menunjukkan kepribadian tingkat tinggi (tingkat tinggi lagi… emang gak ada bahasa laen ya mas….!) pokoknya gitu lah…protes terus, menunjukkan jiwa besar seseorang.

Meminta maaf juga perkara yang tidak bisa di katakan mudah, meminta maaf kadang menjadi hal yang dianggap memalukan, menjatuhkan harga diri, padahal meminta maaf juga menunjukkan sebuah tanggung jawab dari tindakan yang kita lakukan, juga menunjukkan jiwa besar, mana ada orang yang tidak pernah salah.

Teorinya memang begitu tapi prakteknya sulit ya….!.

Terus apanya yang menarik dari perkataan Dani…!

Menariknya karena memunculkan pertanyaan dalam diri saya : “Haruskah memaafkan itu setelah diminta” atau bahasa lainnya “Apakah kita baru bisa memaafkan seseorang setelah orang yang kita anggap bersalah meminta maaf kepada kita”, kalau memang benar, betapa ruwetnya dunia ini. Akan banyak orang yang salah yang karena kesombongannya tidak mau meminta maaf, dan banyak orang yang tidak mau memberi maaf karena tidak dimintai maaf, kalau sudah begini betapa banyak permusuhan dan perpecahan, akan jadi apa ya dunia indah tempat kita hidup ini. Semua orang berjiwa kerdil, salah satu sisi karena tidak berani bertanggung jawab terhadap perbuatannya, yang kedua berhati sempit yang tidak bisa memaafkan orang laen hanya karena tidak diminta.

Kalau begitu mereka (Dani dan Maia temasuk yang mana….?), perlu di ingat mereka figur publik yang kata-katanya sering lebih diikuti oleh orang banyak dibanding perkataan seorang pakar sekalipun. Kalau figur publik saja seperti itu, bagaimana yang laen ya…. (semoga saja tidak ikut-ikutan lah….)

No comments: